BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Hukum Allah
adalah sesuatu yang haq, sebab hanya Dia sendiri Yang Maha Mengetahui hakikat
segala sesuatu, di tanganNyalah penenttuan hidayah yang benar dan penentuan
jalan yang sehat dan yang lurus.
…..وَعَسَىٰٓ
أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡٔٗا
وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢١٦
….“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al-Baqoroh (2):216)
Al-Qur’an
al-karim menetapkan bahwa ketaatan hanya kepada Allah semata-mata dan wajib
mengikuti undang-undang-Nya serta haram atas seseorang meninggalkan peraturan
ini dan mengikuti undang-undang buatan manusia lainnya, hukum atau syariat yang
dibuatnya sendiri, atau kecenderungan-kecenderungah hawa nafsunya
إِنَّآ
أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ
ٱلدِّينَ ٢
أَلَا
لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ
مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ
يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي
مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ ٣
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab
(Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya”(Az-Zumar :2)
“Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar”(Az-Zumar)
Demikian
pula al-Qur’an menyatakan bahwa setiap hukum yang berlawanan dengan hukum
Allah, bukan saja salah atau haram, tetapi adalah kekufuran, kesesatan,
kezaliman, dan kefasikan.Dan bahwasannya setiap hukum seperti ini adalah hukum
jahiliyah yang seorang tidak bisa disebut beriman kecuali tidak harus
mengingkarrinya.
Hukum kebiasaan atau adatterkadang mengalahkan hukum yang sudah
menjadi syari’at (hukum Islam), penomena yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat mayoritas Muslim, terutama di
Indonesia, posisi hukum kebiasaan atau hukum adat lebih dijunjung tinggi bahkan
dipertahankan serta ditradisikan sampai turun temurun. Meskipun pada
kenyataannya bahwa hukum adat tersebut banyak bertentangan dengan syari’at.
Dibeberapa daerah, ada hukum adat atau kebiasaan malah sudah
dijadikan perda, mereka mengalokasikan dana dengan tidak-tanggung-tanggung
sampai menghabiskan miliaran rupiah. Pemerintah atau penguasa bekerja sama
dengan rakyat bahu-bahu membahu menyukseskan tradisi seperti ini.
Ini adalah kekeliruan yang tidak
boleh dibiarkan, mari renungi firman Allah yang berbunyi :
ٱتَّبِعُواْ
مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦٓ
أَوۡلِيَآءَۗ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٣
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya)” (QS. Al-A’raf:3)
Hukum
Allah dan Rasul-Nya, adalah undang-undang tertinggi yang menjadi landasan dalam
menjalankan syari’at Islam tidak ada pilihan lain kecuali patuh dan taat
kepadanya. Tiada seorangpun berhaq mengeluarkan suatu hukum dalam suatu perkara
yang hukumnya telah dikeluarkan oleh Allah dan Rasuln-Nya.Menyimpang dari hukum
Allah dan Rasul-Nya adalah kebalikan iman dan lawan baginya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengertian hukum Islam
2.
Apa
Tujuan Hukum Islam
3.
Bagaimana Karaterisik Hukum Islam
4.
Bagaiman
Pengertian Hukum adat atau kebiasaan
5.
Bagaimana hukum kebiasaan dalam melaksanakan Islam
C.
Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui
bagaimana hukum Islam
2.
Mengethui
Tujuan Hukum Islam
3.
Mengetahui
Karakteristik Hukum Islam
4.
Mengethui
pengertian Hukum adat atau kebiasaan
5.
Mengetahui
bagaiman hukum kebiasaan dalam melaksanakan Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Hukum
Islam dan kebiasaan
a.
Pengertian
Hukum Islam
Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang
memuat ketentuan-ketentuan berdasar Islam al-Qur’an dan dan Alhadis
beberapa ulama
memiliki pengertian yang berbeda. Menurut ulama ushul, definisi hukum islam
adalah doktrin syariat yang bersangkutan dengan perbuatan orang mukallaf, baik
perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan. Definisi hukum islam
menurut ulama fiqih, memiliki penjelasan yang agak berbeda. Menurut ulama
fiqih, definisi hukum islam adalah efek (dampak/akibat) yang dikehendaki oleh
kitab syariat dalam perbuatan-perbuatan, seperti, wajib, sunnah, mubah dan
haram
b. Tujuan Hukum Islam
Hukum dalam Islam
memiliki tujuan luhur dan maksud mulia yang sangat diinginkan oleh Allah
Pembuat (syar’i) yang Maha Bijaksana untuk terealisir dalam kehidupan manusia.
Hal ini menunjukan
kepada kita bahwa hukum syari’at memiliki ‘illat hukum (factor/konsideran
penyebab hukum) yang dapat dipahami dan terkait dengan maslahat (kabaikan)
manusia.Dan masalah ini merupakan kesepakatan dari semua ulama Islam kecuali
kelompok kecil dari ulama ahli Dzahir (tekstualis/skipturalis) dan para
pengikut mereka. Dari ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah Shallahu Alahi wa
Sallam yang membuktikan hal ini tidak terhitung jumlahnya, semuana menjelaskan
illat perintah, larangan dan hukum sampai kepada hikmah ibadah makhdhah
itu sendiri.
Syariat Islam
memiliki hikmah dan tujuan dalam kaitan ‘illat hukum yang disyari’atkannnya
yang harus dicari dan dipelihara. Tujuannya adalah :
1. Agar interkasi
antara manusia berlangsung berdasrkan prinsip atau azas keadilan yang karenanya
langit dan bumi tgak.(ada)
Keadilan ini
merupakan tujuan semua risalah samawai, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
لَقَدۡ
أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ
لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَأَنزَلۡنَا ٱلۡحَدِيدَ فِيهِ بَأۡسٞ شَدِيدٞ
وَمَنَٰفِعُ
لِلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلۡغَيۡبِۚ إِنَّٱللَّهَ
قَوِيٌّ عَزِيزٞ ٢٥
“Sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami
turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan
yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi
itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan
rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat
lagi Maha Perkasa.” (al-Hadid : 25)
2.
Agar terjadi
persaudaraan (ukhuwah) diantara umat manusia, supaya terbentang jembatan saling
percaya dan saling pengertian (tafahum) dan supaya hilang berbagai penyebab
pertikaian dan perselisihan.
3.
Menjaga
kemaslahatan umat manusia mencakup ketiga peringkatnya; Dhoruriyyat
(yang mana manusia tidak dapat hidup tanpanya), Hajiyat (yang mana
manusia tanpanya akan mengalai kesulitan dan kesempitan) dan Tahsiniyat(
yang dengannya kehidupan manusia menjadi sempurna, sejahtera, dapat berlangsung
dalam cara hidup yang paling utama serta dalam kebiasaan dan kondisi yang
terbaik).
4.
Supaya manusia
dapat berkonsentrasi setelah merasa tentram dalam bisnis dan kegiatan jual beli
mereka serta dalam seluruh hubungan materi dan kemanusiaan untuk melaksanakan
risalah mereka di muka bumi.
c.
Karakteristik Hukum Islam
Karaktristik hukum Islam adalah
konprehensif.Ia tidak ditetapkan hanya untuk seorang individu tanpa
keluarga, dan bukan ditetapkan hanya untuk satu keluarga tanpa masyarakat,
bukan pula untuk satu masyarakat secara terpisah dari masyarakat lainnya dalam
lingkup umat Islam, dan tidak pula ditetapkan hanya untuk satu bangsa secara
terpisah dari bangsa-bangsa du dunia yang lainnya baik bangsa penganut agama
ahlul kitab maupun kaum penyembah berhala (paganis).
Hukum Islam mencakup apa yang
berkaitan dengan kewajiban pemerintah terhadap rakyat, kewajiban rakyat
terhadap para penguasa dan pengaturan hubungan antara kedua belah pihak itu
dari apa yang diperhatikan.
Dan hukum Islam mencakup
masalah yang mengatur hubungan internasional dalam keadaan damai maupun perang
antara kaum muslimin dan non muslimin dari apa yang diperhatikan oleh
kitab-kitab ”siroh”atau “jihad”dalam fiqih Islam, dan apa yang
dikandung oleh undang-undang hubungan internasioanl dimasa sekarang.
Dari sini dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat satu aspek pun dari aspek-aspek kehidupan kecuali hukum
Islam masuk ke dalamnya baik dengan memerintah, melarang atau memberitahukan.
d.
Pengertian
kebiasaan
-
kebiasaan adalah pengulangan sesuatu secara terus-menerus
atau dalam sebagian besar waktu dengan cara yang sama dan tanpa hubungan akal.
atau dia adalah sesuatu yang tertanam di dalam jiwa dari hal-hal yang berulang
kali terjadi dan diterima tabiat.
-
kebiasaan adalah mengulangi melakukan sesuatu yang sama
berkali-kali dalam rentang waktu yang lama dalam waktu berdekatan.
-
kebiasaan adalah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatanya tanpa berpikir menimbang.
Sebagai sebuah prilaku yang tetap (ajeg) kebiasaan merupakan
prilaku yang selalu berulang hingga melahirkan satu keyakinan atau kesadaran
bahwa hal itu patut dilakukan dan memiliki kekuatan normatif yang mengikat.
Tidak
semua kebiasaan dapat menjadi sumber hukum, kebiasaan yang dapat menjadi sumber
hukum meniscayakan beberapa syarat:
1.
Syarat
materiil adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang
2.
Syarat
intelektual adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan
3.
Adanya
akibat hukum apabila kebiasaan dilanggar.
e.
Hukum
Kebiasaan/adat menurut para ahkhli
Van
Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah
Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh
karena itu disebuthukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan
(oleh karena itu disebut adat).
Bushar Muhammad menjelaskan bahwa untuk memberikan definisi hukum ada
sulit sekali karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan pembawaan
hukum adat ialah:
- Tertulis atau tidak tertulis
- Pasti atau tidak pasti
-
Hukum raja atau hukum rakyat dan sebagainya.
Terhar berpendapat bahwa hukum adat dalam dies tahun
1930 dengan judul “Peradilan landraad berdasarkan hukum tidak tertulis yaitu:
- Hukum adat lahir dari & dipelihara oleh
keputusan-keputusan, seperti:
- Keputusan berwibawa dari kepala rakyat (para warga masyarakat
hukum)
- Para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang
keputusan-keputusan itu
tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat (melainkan
senafas / seirama).
- Dalam orasi tahun 1937 “Hukum Hindia belanda di dalam
ilmu, praktek &
pengajaran menjelaskan bahwa hukum adat adalah
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris
hukum yang berwibawa serta berpengaruh dan yang dalam pelaksanaannya dipatuhi
dengan sepenuh hati. (Para fungsionaris hukum: hakim, kepala adat, rapat desa,
wali tanah, petugas dilapangan agama, petugas desa lainnya) à ajaran keputusan (Bestissingenteer)
Koentjaningrat mengatakan batas antara hukum adat & adat
adalah mencari adanya empat ciri hukum / attributes of law yaitu:
1.Attribute of authority
Adanya keputusan-keputusan melalui mekanisme yang
diberi kuasa dan berpengaruh dalam masyarakat.
2.Attribute of Intention of universal application
Keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa itu
harus di maksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu
panjang & harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang
serupa pada masa akan datang.
3. Attribute of obligation (ciri kewajiban)
Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus mengandung
rumusan mengenai hak & kewajiban.
4.Attribute of sanction (ciri penguat)
Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus
dikuatkan dengan sanksi dalam arti luas. Bisa berupa sanksi jasmaniah; sanksi
rohaniah (rasa malu, rasa dibenci)
Pola pikir dari Koentjaningrat dipengaruhi oleh L.
POSPISIT seorang sarjana antroplogi dari amerika serikat.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum adat adalah kompleks
adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasikan) bersifat paksaan
(mempunyai akibat hukum.
Supomo & hazairin mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah
hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama
lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang
benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh
anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan
yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam
keputusan-keputusan para penguasa adat. (mereka yang mempunyai kewibawaan dan
berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu) yaitu dalam keputusan
lurah, penghulu, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim.
Ketentuan hasil seminar Hukum
adat di Yogyakarta Tahun 1975 tentang definisi hukum adat adalah
sebagai berikut:
Hukum adat adalah Hukum indonesia asli yang tidak tertulis
dalam perundang-undangan RI dan disana-sini mengandung unsur agama. Kedudukan
Hukum Adat sebagai salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi
pembangunan hukum nasional yang menuju pada unifikasi hukum (penyamaan hukum).
2. Hukum Kebiasaan / Adat dalam
melaksanakan Islam
Bagi masyarakat dunia timur terutama,
adat istiadat merupakan alat penting guna menjaga dan melsterikan budaya.
Mereka begitu menjunjung dan mengagungkannya sebagai sebuah norma dan nilai
social juga pandangan hidup.
Bahkan hampir tidak ada sedikitpun
perkara atau masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak terlepas dari adat
istiadat, terlebih lagi dalam prosesi ritual-ritual sakral.Akan tetapi tidak
sedikit dijumpai dari sekian adat yang ada di bumi nusantara ternyata bercampur
aduk dengan bid’ah bahkan kesyirikan.
Dalam meletakan dasar-dasar syari’at
mereka memadukan adat istiadat yang bathil sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari syariat Islam, menjadi rukun suatu amaliah ibadah mungkin
bahkan syarat sahnya suatu ibadah.
Bukankah ini adalah bid’ah yang sangat
jelas dan nyata?Bukankah ini termasuk mengakali syariat atau hukum Islam?Bukankah
syari’at Islam telah disempurna diturunkan kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi
wa Sallam, Imam Malik Rohimahullah berkata : “Barang siapa mengada-ngadakan
dalam Islam suatu bid’ah dia melihatnya sebagai suatu kebaikan maka ia telah
menuduh Muhammad menghianati risalah, karena Allah telah berfitman :”pada hari
ini telah kusempurnakan untukmu agamamu dan telah aku cukupkan nikmat-Ku
kepadamu, dan telah Ku ridloi Islam menjadi agamamu.” Maka sesuatu yang tidak
ada ajarannya pada hari itu (saat hidup Rasul), tidak ada pula ajarannya pada
hari ini.” (Dakwatul kholaf Ila Thoriqis Salaf, Muhammad bin Ali bin Ahman
Bafadhl)
a. Hukum adat atau kebiasaan yang
sejalan dengan agama
Imam Ibnu Taimiyah
berkata :
“asal dari adat/kebiasaan itu tidak dilarang kecuali
apa yang dilarang oleh Allah”(kitab semua Bid’ah sesat, hal :42). Dikalangan
ahli syari’at popular tentang masalah kebiasaan /adat ini antara lain :
Al-‘adatul Muhakkamah, maknanya, bahwa
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan ditengah masyarakat itu bisa dijadikan
dasar hukum. Contohnya, masyarakat Indonesia sudah saling mengenal sebuah
kebisaan dalam transaksi jual beli di warung makan atau restautant, umumnya orang Indonesia terbiasa makan
terlebih dahulu lalu selesai makan baru bayar. Akan tetapi berbeda halnya
ketika masyarakat Sudan memiliki kebiasaan yang berbeda dengan adat orang
Indoesia yaitu bayar dulu baru makan. Begitu juga dalam prosesi pernikahan pada
sebuah masyarakat tertentu dibolehkan bagi pengantin pria untuk membawa
langsung pulang pengantin wanita walaupun maharnya masih hutang, tapi di daerah
lain adat yang berlaku kebalikan dari yang pertama.
Permasalahan
seperti ini tidak ada dasarnya bila dilihat dari nash Qur’an atau Sunnah,
melainkan didapat dari hasil pengamatan empiris pada kebiasaan yang terjadi
pada sebuah masyarakat dari daerah yang saling berbeda. Namun dalam
implementasinya, kebiasaan itu bisa
dijadikan sebagai hukum yang diatasnya disandarkan hukum itu.
b.
Kebiasaan
yang bertentangan dengan Agama
Namun ada juga adat dan kebiasaan
tertentu yang secara qath’i bertentangan dengan agama.Dari segi aqidah agama
Islam banyak adat yang memang bertentangan.Sebagaimana beberapa kebiasaan ritual yang sering
didapatkan ditengah-tengah
masyarakat kita. Semua itu adalah contoh
adat istiadat yang bertentangan dengan aqidah Islam.adat istiadat seperti ini
secara mutlak memang bertabrakan langsung dengan aqidah atau syari’at
Islam.Sehingga meninggalkannya merupakan hal yang mutlak kewajibannya.
c.
Sikap
Seorang Muslim
Maka sebagai seorang Muslim hendaknya kita tetap mengutamakan syari’at
Allah dan RasulNya di atas kepentingan-kepantingan lainnya, sehingga jikalau
kita telah mengetahui adanya sebuah kemungkaran pada suatu hal, entah itu
keyakinan yang mendasari pemikiran kita, ataupun yang ada disekitar kita, maka
dengan mudah dan ringan kita bisa mengambil sikap tegas dengan menyingkirkan
semua itu dan menggantinya dengan yang lebih baik yaitu syari’at Islam. Dean
hendaknya kita terus ber’azm (berkeingnan kuat) serta mengoptimalkan segala
sarana apalagi di zaman gadget seperti sekarang ini, dalam rangka meningkatkan,
ilmu hazanah agama kita agar kita tidak
tersesat di jalan yang salah dan agar kita mengetahui hakikat kebenaran itu
sendiri, karena kalau bukan orang yang alim yang mengetahui hakikat Diin ini
siapa lagi yang akan merubah segala kemungkaran tersebut.
Qaul Salaf :“ berpeganglah kepada peninggalan para salaf walaupun
karenanya kamu ditolak oleh orang banyak, jauhilah penadap para tokoh walaupun
mereka menghiasi perkataan mereka.” (I’lamu Muwaqi’in, Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah 1/152)
BAB III
KESIMPULAN
Hukum atau syariat yang mulia dan tinggi hanya satu
yaitu yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu
Alaihi wa Sallam, Firman Allah dalam Al-Qur’an :
ٱتَّبِعُواْ
مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦٓ
أَوۡلِيَآءَۗ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٣
“Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya.Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya)” (QS. Al-A’raf:3)
Menurut ulama ushul, definisi hukum islam adalah doktrin
syariat yang bersangkutan dengan perbuatan orang mukallaf, baik perintah atau
diperintahkan memilih atau berupa ketetapan. Definisi hukum islam menurut ulama
fiqih, memiliki penjelasan yang agak berbeda. Menurut ulama fiqih, definisi hukum
islam adalah efek (dampak/akibat) yang dikehendaki oleh kitab syariat dalam
perbuatan-perbuatan, seperti, wajib, sunnah, mubah dan haram.
Syariat Islam memiliki hikmah dan tujuan dalam
kaitan ‘illat hukum yang disyari’atkannnya yang harus dicari dan dipelihara.
Hukum kebiasaan atau adat dalam pelaksanaan Islam
ditijau dari sisi kesesuaiannya dengan syari’at sajalah yang boleh dijadikan
dasar hukum, dan batasannyanya hanya sebatas yang sifatnya umum tidak berkaitan
dengan aqidah.
Adapun hukum kebiasaan atau adat yang bertentangan
dengan aqidah dan syariat maka kemutlakan wajib atas ditinggalkannya, dan
menegakan hukum yang berpijak kepada syariat dan hukum Allah dan Rasul-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
-
I’lamu Muwaqi’in, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
1/152)